Sebuah keluarga yang bermarga Meng
suatu ketika menanam labu manis disepanjang pagar
rumahnya. Tumbuhan tersebut tumbuh dengan pesat dan
merambat melewati pagar pembatas yang bersebelahan dengan
keluarga bermarga Jiang. Sebuah labu manis besar tumbuh didekat
pagar tersebut, saat keluarga Meng membelah labu itu, tiba-tiba
muncul seorang gadis cilik dari dalam labu.
Gadis cilik ini kemudian bernama putri Meng Jiang. Dia tumbuh menjadi seorang gadis cantik laksana dewi kayangan, dia juga terkenal ramah dan cerdas, piawai dalam membuat puisi dan bermain musik serta mendalami nilai-nilai Konfusius. Pasangan tua Meng memperlakukannya seperti anak mereka sendiri.
Gadis cilik ini kemudian bernama putri Meng Jiang. Dia tumbuh menjadi seorang gadis cantik laksana dewi kayangan, dia juga terkenal ramah dan cerdas, piawai dalam membuat puisi dan bermain musik serta mendalami nilai-nilai Konfusius. Pasangan tua Meng memperlakukannya seperti anak mereka sendiri.
Kaisar
pertama dinasti Qin sangat kejam dan lalim. Demi
mempertahankan keutuhan dinasti yang baru tumbuh ini, dia memerintahkan
ratusan pemuda bekerja sebagai budak untuk membangun
Tembok Besar disisi utara tanpa memperdulikan keselamatan
jiwa mereka. Banyak pemuda yang meninggal karena
kelelahan.
Tersebutlah
seorang pelajar bernama Wan Xiliang yang melarikan diri
dari rumahnya untuk menghindari kerja paksa tersebut, dia
bersembunyi dihalaman belakang keluarga Meng. Tanpa
sengaja Putri Meng Jiang menemukannya, dan memberitahu ayahnya.
Ayah putri Meng adalah orang yang berhati baik, beliau memutuskan
untuk menolong Wan menghindar dari pemerintah.
Selama
dalam persembunyiannya dirumah Meng, keluarga Meng
akhirnya mengenal dan menyadari bahwa Wan Xiliang adalah seorang
pelajar yang cerdas dan baik budi, sehingga mereka
menjodohkannya dengan puri Meng Jiang.
Tiga
hari setelah perkawinan secara sembunyi-sembunyi mereka,
sekelompok petugas pemerintah menggeledah rumah keluarga
Meng dan membawa pergi Wan Xiliang. Putri Meng Jiang tahu kalau
suaminya akan dijadikan budak pembangunan Tembok Besar. Setahun
lamanya dia menunggu, airmata seringkali membasahi
bantalnya. Namun tak ada kabar berita dari sang suami.
Akhirnya dia memutuskan untuk mencari suaminya. Namun
seberapa jauhkah Tembok Besar itu ? Setelah berjalan kaki
berhari-hari lamanya, putri Meng Jiang bertanya kepada
seorang kakek tua. Kakek itu menjawab, “Ada suatu tempat yang
sangat jauh bernama propinsi You ; Tembok Besar itu ada jauh
disebelah utaranya.”
Selama
dalam perjalanan putri Meng Jiang mengalami banyak
penderitaan. Dia berjalan seharian dan bermalam dimanapun
dia berhenti. Dia makan roti dingin dan minum air dari sungai yang
dia jumpai. Seringkali dia kelelahan dan kedinginan, namun
dia tetap melanjutkan perjalanan, tak peduli hujan dan
terik mentari, tanah lapang ataupun pegunungan berbatu.
Seringkali dia dibantu oleh beberapa keluarga yang
ditemui selama perjalanannya.
Akhirnya
putri Meng Jiang tiba di Tembok Besar pada suatu hari
musim gugur yang dingin. Hatinya tersayat saat melihat
para pekerja membawa muatan yang berat dibawah pengawasan penjaga.
Dia lalu bertanya kepada orang-orang dimana suaminya Wan
Xiliang berada, namun yang didapat hanyalah kabar
suaminya telah meninggal beberapa hari setelah ditangkap.
Tubuhnya dikubur dibawah Tembok Besar.
Seketika
putri Meng Jiang terguncang oleh kesedihan yang teramat
dalam ; dia menangis dan menangis diatas Tembok Besar
tersebut, airmatanya mengalir bagaikan sungai. Dia memukul-mukul
Tembok Besar itu, menyesali kematian suami dan takdir dirinya.
Tangisannya membuat trenyuh para pekerja dan penjaga,
sehingga menghentikan pekerjaan mereka dan ikut
mencucurkan airmata bersamanya. Langit menjadi gelap dan
angin dingin musim gugur menjadi lebih menyengat seperti
ikut berduka.
Tiba-tiba
sebuah dentuman keras memecah keheningan, sebagian
Tembok Besar runtuh, memperlihatkan sisa-sisa tubuh pekerja
yang terkubur dibawahnya. Melihat tulang belulang itu, putri Meng
Jiang berpikir bagaimana dia dapat mengenali milik suaminya.
Kemudian dia teringat perkataan orang kuno bahwa tulang
orang yang meninggal hanya dapat menyerap darah anggota
keluarganya. Dia lalu menggores ujung jarinya dan
membiarkan darahnya jatuh mengucuri tulang belulang itu.
Akhirnya dia menemukan tulang belulang suaminya, lagipula dia
mengenali kancing baju yang pernah dia jahit untuknya. Putri Meng
Jiang mengubur mayat suaminya menurut ritual layaknya
sorang istri yang sangat mencintai suaminya.
Menurut
legenda, bagian Tembok Besar yang runtuh akibat airmata
putri Meng Jiang tidak pernah dibangun lagi (jika
dibangun kembali akan segera runtuh). Kisah putri Meng Jiang menjadikan
dirinya sebagai sosok yang sangat dihormati oleh
masyarakat Tiongkok dari generasi ke generasi. Kuil
persembahan putri Meng Jiang berdiri pertama kali pada
waktu dinasti Song, kira-kira 1000 tahun yang lalu, terus
terpelihara dan disembah dari permulaan berdirinya Tembok
Besar hingga hari ini didaerah Timur.
Sumber
: cerita tradisional Tiongkok yang diceritakan kedalam
berbagai versi. Disusun dan diterjemahkan oleh staf Epochtimes.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar