*
pembantaian manusia terbanyak sepanjang sejarah, Dari sekian banyak pembantaian yang terjadi, yang paling parah adalah
di nanking karena banyaknya korban serta banyak pemerkosaan yang
terjadi. Sungguh suatu rezim jahat yang pernah terjadi dimuka bumi ini.
Berikut kami ulas kembali
Kisah pembantaian dan pemerkosaan Nanking.
Pembantaian Nanking juga dikenal sebagai Pemerkosaan Nanking,
adalah satu perisitwa kejahatan perang berbentuk Genosida yang
dilakukan oleh tentara Jepang di Nanjing yang ketika itu ibu kota
Republik Cina. Durasi pembantaian ini tidak begitu jelas, namun
kekerasan senantiasa selama enam minggu, sehingga awal Februari 1938.
Nanking Massacre alias Pembantaian Nanking. Peristiwa pahit yang terjadi
selama enam minggu sejak 13 Desember 1937 itu masih dikenang warga
Nanking dan warga China sebagai peristiwa pembantaian oleh serdadu
Jepang saat Negeri Matahari Terbit itu menduduki China. Pemerintah China
mengklaim 300.000 warga tewas dalam pembantaian tersebut.
Pembantaian Nanjing adalah bukti nyata kebrutalan serdadu Jepang selama
masa Perang Dunia II. Ribuan warga sipil tak bersenjata dan tentara
China yang terluka, yang ditangkap, ditembak dengan senjata mesin dan
dibunuh dengan bayonet. mayat-mayat
bergelimpangan di tepi Sungai Qinhuai dan Sungai Yantze yang membelah
Kota Nanjing. Kota Nanjing berubah menjadi kota penuh darah dan
ketakutan. Tak ada tempat bagi warga kota untuk berlindung. Bukan itu
saja. Yang mengerikan adalah ribuan perempuan China menjadi korban
pemerkosaan oleh tentara Jepang.
Sudah hampir 76 tahun peristiwa itu berlalu, tetapi warga Nanjing belum
sepenuhnya dapat melupakan kejadian tersebut. Dan memang, Pembantaian
Nanjing bukan untuk dilupakan. Anak-anak sekolah di China sejak dini
diajak ke monumen Pembantaian Nanjing agar mereka sejak kecil sudah
diingatkan akan peristiwa ini. Mengunjungi Memorial Hall of Nanjing
Massacre, awal November lalu, museum itu ramai dikunjungi warga China.
Di sana, semua data dan deskripsi peristiwa ini tergambar dengan sangat
jelas. Bahkan, ada contoh bagaimana korban-korban tewas di dalam
rumahnya.
Peristiwa ini memberi inspirasi bagi Iris Chang, perempuan Amerika
keturunan China, untuk menulis buku berjudul The Rape of Nanking-The
Forgotten Holocaust of World War II. Data-data yang terungkap dalam
buku itu, termasuk data tentang neneknya yang menjadi korban,
mengejutkan dunia Barat. Namun, Iris Chang setelah itu mendapat ancaman
dan teror dari kaum sayap kanan Jepang, yang menolak peristiwa Nanjing.
Tidak tahan dengan teror dan ancaman itu, Iris Chang akhirnya ditemukan
tewas, diduga akibat mengalami depresi. Namun, bukunya, The Rape of
Nanking, mengalami cetak ulang dan menjadi best seller.
Salah satu korban pembantaian Nanjing, Li Xiuling, seperti dikutip
Newsweek (20/7/1998), mengungkapkan kemarahannya kepada Jepang. ?Saya
benci Jepang begitu dalam,? kata Liu Xiuling, yang saat peristiwa
terjadi sedang hamil tujuh bulan. Tiga serdadu Jepang menikamnya 37 kali
saat itu. Bayi yang dikandungnya tewas, tetapi Li selamat. Untuk
memperingati hari kemenangan perang anti -fasis di seluruh dunia dan
memperingatkan setiap orang Tiongkok jangan melupakan sejarah agresi
yang berdarah itu, kami membuat acara khusus untuk menceritakan
peristiwa "Pembantaian Besar Nanjing" waktu agresor Jepang menduduki
Kota Nanjing bagian timur Tiongkok.
Pada tgl 13 Desember tahun 1937, sekitar 200 ribu agresor Jepang
menduduki Kota Nanjing ibu kota Tiongkok waktu itu, dan segera setelah
itu agresor Jepang menjalankan pembantaian biadab terhadap penduduk
damai dan orang militer yang sudah meletakkan senjata di kota itu. Hanya
dalam waktu 6 pekan, 300 ribu penduduk Tiongkok telah direnggut
nyawanya di bawah todongan senapan serdadu Jepang, di antaranya termasuk
90 ribu orang tahanan. Inilah peristiwa "Pembantaian besar Nanjing"yang
terkenal dalam Perang Dunia Kedua.
Nenek Xia Shuqin yang berusia 77 tahun adalah salah satu korban
pembantaian Nanjing yang masih hidup. Ketika mengenang hari seram 69
tahun yang lalu itu, Nenek Xia Shuqin dengan air mata berlinang-linang
mengatakan, hanya dalam setengah hari saja, serdadu Jepang telah
menghancurkan keluarganya beranggota 9 orang yang bahagia.
Nenek itu menceritakan, "Pada hari itu serdadu Jepang menggedor pintu
dengan bengis. Ayah saya yang pergi membuka pintu ditembak mati seketika
itu. Ibu saya yang menggendong adik prempuanku bersama seorang ibu dan 2
anak tetangga bersembunyi di bawah meja. Ketika itu serdadu Jepang
menyeret ibu saya dari bawah meja, dengan sangkur tempur menusuk mati
adikku dan menelanjangi ibu saya. Kakak beradik 4 orang kami bersembunyi
di ranjang, kemudian dua kakak prempuanku diseret dan diperkosa oleh
serdadu Jepang sedangkan saya ditusuk 3 kali
Dengan demikian, pagi hari tgl 13 Desember tahun 1937, 7 dari 9 anggota
keluarga Xia Shuqin yang tinggal di jalan Xinlukou nomor 5
Kota Nanjing
itu dibunuh tak beralasan oleh serdadu Jepang. Di antaranya ibu dan 2
orang kakak prempuannya sebelum dibunuh diperkosa oleh serdadu Jepang.
Keluarga Xia hanya tersisa Xia Shuqin berusia 8 tahun dan Xia Shuyun
berusia 4 tahun waktu itu. setelah serdadu
Jepang pergi, dalam 14 hari kedua gadis kecil itu mengisi perut dengan
sedikit beras goring sangan dan kerak nasi di samping jenazah anggota
keluarga sampai akhirnya ditemukan tetangga.
Nenek Xia Shuqin mengatakan, selama ia masih hidup di bumi ini ia akan
memberikan kesaksian atas pembantaian besar itu, dan berjuang menentang
kekuatan ultrakanan Jepang yang menyangkal " Pembantaian Basar Nanjing"
dan mengungkapkan kenyataan sejarah sebenarnya kepada rakyat seluruh
dunia. Kenyataan dibunuhnya keluarga Xia juga direkam dengan kamera oleh
pendeta Amerika Serikat John Magge. Magge waktu itu sebagai Ketua Dewan
Nanjing Palang Merah Internasional ketika diberi tahu perkara
pembunuhan keluarga Xia itu, ia segera pergi ke rumah Xia di jalan
Xinlukou itu dan memotret kejadian tersebut. Selain itu ia juga
memberi-tahu kejadian itu kepada tokoh-tokoh warga asing yang tinggal di
Nanjing dan kejadian itu dicatat dalam buku catatan harian warga Jerman
John Rabe dan bahan " arsip zone keamanan Nanjing".
Sementara itu terdapat pula foto dalam jumlah besar yang merekam adegan
sejarah yang berdarah. Di antaranya sebagian disimpan oleh seorang
korban pembantaian yang masih hidup bernama Lu Jing. Waktu agresor
Jepang menduduki Kota Nanjing, ia adalah seorang magang di sebuah studio
foto. Foto-foto yang merekam adegan kejam pembunuhan terhadap warga
Tiongkok itu dibuat oleh serdadu Jepang sendiri. Ia dengan
sembunyi-sembunyi mengambil sejumlah dari foto yang diantar serdadu
Jepang ke tokonya untuk dicetak. Lu Jing orang tua yang sudah meninggal
dunia tahun lalu itu sebelumnya ia dalam wawancara dengan wartawan kami
menceritakan:" Ketika itu saya mencuci foto-foto yang diberikan serdadu
Jepang, sangatlah menakutkan, di antaranya ada yang pemenggalan kepala
orang Tiongkok. Saya memberi tahu kepada majikan saya dan kemudian saya
memutuskan untuk menyimpan dengan sembunyi-sembunyi foto-foto tersebut
sebagai bukti untuk kemudian hari."
Foto-foto sebagai bukti Pembantaian Besar Nanjing itu disimpan terus
sampai saat kemenangan perang melawan Jepang dan diserahkan kepada
Pengadilan Militer Nanjing sebagai bukti untuk mengadili penjahat perang
Jepang.
Sejarah tidak dapat dilupakan, lebih-lebih tidak dapat diubah. Kalau
tidak, tragedi itu akan terjadi berulang kali. Mahasiswa Jepang yang
belajar di Universitas Peking Yoshi Kazu Kato mengatakan kepada
wartawan, yang penting adalah jangan melupakan sejarah. Ia mengatakan, "
Sebagai seorang muda saya berpendapat adalah kenyataan Jepang
mengagresi Tiongkok. Kedua negara hendaknya mengadakan pertukaran dan
kerja sama di atas dasar dengan tepat memperlakukan sejarah."
Justru seperti yang dikatakan oleh mahasiswa Jepang itu, bahwa tidak
hanya rakyat Tiongkok yang memperingati ulang tahun ke-60 kemenangan
melawan Jepang, tetapi hari kemenangan itu juga patut diperingati oleh
rakyat Jepang dan rakyat seluruh dunia. Karena kemenangan perang melawan
Jepang tidak saja mengakhiri malapetaka besar rakyat Tiongkok , Asia
dan negara-negara lainnya, tetapi juga mengakhiri penderitaan rakyat
Jepang akibat perang tersebut. Memperingati sejarah bertujuan justru
untuk membuat rakyat kedua negara mengenal sejarah dan "bercermin pada
sejarah dan berorientasi ke masa depan", supaya persahabatan dan
hubungan kerja sama bersahabat antara kedua negara Tiongkok dan Jepang
dipelihara dengan lebih baik.
tetaplah berdoa dan tunjukan bahwa cinta kasih
kebersamaan adalah senjata paling utama dalam mewujudkan misi perdamaian
dunia yang bisa dimulai dari pasangan anda. semoga sejarah kelam
seperti ini tidak ada lagi du dunia ini. Peace is beautiful
ETNIS TIONG HUA DI MAKAM JUANG MANDOR (TUNG BAN LIT)
KALIMANTAN BARAT
Makam Juang Mandor di Kecamatan Mandor Kabupaten Landak Kalimantan Barat [JX/Sid]
*Makam Juang Mandor yang berada di Kecamatan
Mandor Kabupaten Landak Kalimantan Barat (Kalbar), sekitar 150 Km dari
Kota Pontianak merupakan satu bukti sejarah tentang perjuangan bangsa
Indonesia melawan masa penjajahan Jepang.
Puluhan ribu lebih anak bangsa dari berbagai etnis dibunuh secara
kejam oleh penguasa Jepang. Menurut catatan sejarah peristiwa itu
terjadi pada 28 Juni 1944. Peristiwa Mandor merupakan tragedi berdarah
yang hingga kini masih dikenang sebagai catatan kelam bagi bangsa
Indonesia. Kalangan bangsawan Kalbar, penguasa, cendikiawan dan para
pedagang etnis Tionghoa Indonesia menjadi korban kekejaman sebuah
penjajahan.
Kaum penjajah Jepang kala itu mencurigai para korban
karena melakukan perlawanan. Khusus bagi etnis Tionghoa, kaum penjajah
menganggap mereka sebagai lawan politik, sebab warga Tionghoa yang
umumnya berprofesi sebagai pedagang merupakan kaum terpelajar.
Jauh
sebelum masa kemerdekaan, diperkirakan sejak tahun 1771 warga Tionghoa
di Kalbar memang sudah mempunyai hubungan dekat dengan kalangan
bangsawan setempat. Misalnya membantu Raja Sambas dan Mempawah dalam hal
penambangan emas. Bahkan warga Tionghoalah yang menemukan lokasi
penambangan emas di Kecamatan Monterado yang kini menjadi bagian wilayah
Kabupaten Bengkayang di Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak. Pada zaman
itu kelompok Lo Thai Fak sangat terkenal.
Di lokasi Makam Juang Mandor di Kecamatan Mandor, kini masih bisa
ditemui foto dan nama warga Tionghoa yang turut dibunuh dan dikuburkan
secara massal tersebut.
Xaverius Fuad Asali (Sofat), budayawan
etnis Tionghoa dan juga tokoh masyarakat membenarkan atas peristiwa
kejam itu. Menurut dia meskipun dikatakan jumlah korban sebayak 21.000
jiwa, namun angka pasti korban pembunuhan sejatinya tidak diketahui.
Sofat
menyatakan, berdasarkan data yang dihimpun masyarakat kala itu, hampir
80 persen korban pembunuhan adalah dari kalangan etnis Tionghoa. “Warga
Tionghoa menjadi sasaran pembunuhan kaum penjajah Jepang karena memiliki
organisasi rapi dan anti-penjajahan Jepang. Misalnya, Liga Perkumpulan
West Borneo,” kata Sofat yang mengaku bahwa salah satu korban pembunuhan
massal itu adalah kakak iparnya yang berprofesi sebagai pedang obat.
Beberapa nama warga Tionghoa yang mejadi korban masih bisa
ditemui nama-namanya di lokasi Makam Juang Mandor. Diantaranya, Long Hiu
Jun (28), Lay Tjhioen Fong, Mr Phung Kon Tung, Kweek bak Siong, Lim
Bak Jong, Tio Pia Cheng, Mr Ng Nog Kloi, Mr Bong Hung Si, Lay Joeng
Fong, MR Choi Mei Sie, Mr Khou Sui Gek, Bong Kim Chun, Tjhai Pin Thoi,
Mr Ping Lung Chi, Mr Lie Han Cin, Sjin She Loek, Kwe Liang Lie, Gouw
Nguan Li (1884-1943) Pung Hon Jun.
Jamaan (50), Kepala Dusun Mandor, Kecamatan Mandor, Kabupaten
Landak mengatakan kepada Jia Xiang Hometown,”Makam Juang Mandor yang
berada di Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak merupakan satu bukti
sejarah tentang kekejaman penjajah Jepang terhadap Bangsa Indonesia.”
Sebelum
dibunuh mereka dipaksa melaksanakan upacara kepercayaan yang dianut
penjajah. Upacara itu dilaksanakan pada satu lokasi yang juga di Wilayah
Makam Juang Mandor. Setelah itu mereka dibunuh dan dikubur secara
massal dalam satu lubang. Dari sepuluh makam yang ada, makam kesepuluh
adalah khusus bagi para raja-raja Kalbar yang ikut dibantai.
Untuk mengenang jasa para pejuang yang dimakamkan di Makam Juang
Mandor, Pemprov Kalbar menjadikan tanggal 28 Juni sebagai hari
berkabung daerah, seluruh kantor pemerintahan dan swasta diwajibkan
menaikkan bendera setengah tiang pada tanggal tersebut.